Selasa, 18 Agustus 2009

CEMAS


Perasaan cemas atau tidak aman cukup sering mengganggu anak-anak. Sekalipun perasaan tidak aman ini sebenarnya wajar-wajar saja dialami anak, akan tetapi jika dalam kadar berlebihan, maka tentu saja akan mengganggu perkembangan anak.
Bayi, sangat rentan terhadap perasaan tidak aman ini, mereka bisa ketakutan hanya karena terkejut mendengar suara keras atau mengalami perubahan yang tiba-tiba. Anak usia 3 tahun, biasanya sering mengkhawatirkan tentang bahaya fisik, kehilangan cinta orangtuanya, atau mencemaskan perbedaan dirinya dari orang lain. Pada usia kanak-kanak awal (4-6 tahun), anak biasanya mengkhawatirkan hal-hal yang imajinatif atau hal-hal yang sebenarnya hanya ada dalam khayalan, seperti monster, hantu.

Yang dimaksud dengan cemas adalah :
Merasa sedih, susah, khawatir, karena terus-menerus memikirkan tentang hal-hal buruk yang akan terjadi atau memikirkan tentang masalah yang diperkirakan akan muncul.

Kecemasan yang dialami anak biasanya nampak dalam perilaku-perilaku berikut :
Gelisah, berkeringat, menangis, mulas/sakit perut, mual, sesak napas, melangkah bolak-balik, menggerak-gerakkan anggota tubuh tanpa tujuan, sulit tidur, mimpi buruk, tidak nafsu makan

Anak-anak yang pencemas mudah ketakutan, mudah gelisah, dan mereka cenderung mencari hal-hal untuk dikhawatirkan. Mereka memikirkan secara berlebihan situasi sehari-hari yang bahkan tidak diperhatikan oleh orang lain.


Dampak Kecemasan
Rasa cemas yang berlebihan akan membuat anak menjadi tidak nyaman, sehingga mereka tidak bisa mengembangkan diri mereka secara maksimal, baik dalam relasi sosial dengan teman, maupun dalam hal akademik. Anak-anak yang pencemas menjadi anak yang kaku, dan terlalu berhati-hati. Apabila kecemasan terus-menerus mengganggu mereka, mereka pun akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak bahagia. Selain itu, anak-anak yang pencemas cenderung cepat menjadi lumpuh ketika menemui masalah, sehingga mereka tidak berusaha mencari solusi-solusi untuk mengatasi masalah, dan demikian, mengalami hambatan dalam mengembangkan kemampuan memecahkan masalah (
problem solving).


Faktor-faktor Penyebab

Perasaan tidak aman yang dialami anak
Perasaan tidak aman dan keragu-raguan atau ketidakyakinan diri yang menyelimuti anak membuat anak mudah merasa cemas. Adapun hal-hal yang menyebabkan perasaan tidak aman pada diri anak adalah sebagai berikut.
Lingkungan sekitar yang tidak konsisten. Sikap tidak konsisten dari orang-orang sekitar, misalnya orangtua atau guru, membuat anak merasa bingung, merasa bahwa segala sesuatunya tidak bisa diprediksi, hingga selanjutnya anak menjadi mudah cemas. Perbedaan pandangan antara kedua orangtua dalam hal pengasuhan anak juga termasuk faktor yang menyebabkan anak sering mengalami bingung dan cemas. Contoh yang sering terjadi adalah salah satu orangtua melarang anak melakukan sesuatu hal, sementara yang lain memberikan izin kepada anak.
Lingkungan sekitar yang terlalu banyak mengkritik anak. Kritik dari orang dewasa maupun teman yang terlalu sering diterima anak, akan membuat anak merasa tegang dan cemas. Anak menjadi mudah bimbang dan tidak percaya diri. Saat-saat di mana anak diharuskan untuk tampil atau menunjukkan kemampuannya, menjadi saat yang sangat mencemaskan, karena anak merasa dievaluasi dan dinilai.
Sikap perfeksionis orangtua. Harapan orangtua akan kesempurnaan membuat banyak anak merasa cemas, meskipun ada juga beberapa anak yang tidak mempedulikannya. Orangtua menerapkan standard yang terlalu tinggi dan tidak mudah puas dengan apa yang dicapai anak, sehingga anak menjadi khawatir kalau-kalau tidak bisa melakukan sesuatu dengan baik dan gagal memenuhi harapan orangtuanya.
Sikap permisif orangtua. Sikap permisif dalam mengasuh anak adalah sikap yang membiarkan anak bebas melakukan perilaku-perilaku tanpa diberi bimbingan maupun batasan. Jika orangtua tidak mengkomunikasikan harapan dan tidak mengkomunikasikan batasan-batasan secara jelas, anak akan menjadi merasa tidak aman, karena tidak yakin mengenai apa yang benar untuk dilakukan.
Sikap orangtua yang menganggap anak sebagai orang dewasa. Beberapa orangtua menganggap anaknya sebagai teman dan memperlakukan anaknya layaknya orang dewasa, sehingga mereka menceritakan masalah-masalah yang dialami kepada anak. Hal ini tidak lah tepat, karena anak-anak tidak cukup matang untuk bisa menampung masalah-masalah orangtuanya. Ketika anak mendengar masalah finansial, sosial, seksual yang dihadapi orangtua, mereka merasa ingin melakukan sesuatu untuk bisa menolong orangtua mereka, namun tentu saja menyelesaikan masalah-masalah seperti itu bukanlah kapasitas mereka, sehingga akibatnya, mereka merasa tidak berdaya dan ikut terjebak dalam kesusahan akibat masalah itu. Mereka hanya bisa mencemaskan keadaan orangtuanya yang sedang dirundung masalah itu.

Perasaan bersalah yang dialami anak
Anak merasa cemas ketika mereka merasa telah melakukan sesuatu yang buruk atau salah. Anak-anak yang berusia 2-6 tahun sering mengalami kesulitan untuk membedakan antara kenyataan dengan imajinasi mereka, sehingga karenanya, mereka bisa merasa bersalah hanya dengan berpikir jahat atau menaruh niat jahat saja. Mereka belum mengerti bahwa pikiran jahat adalah sesuatu yang normal, dan bahwa sekadar berpikir saja tidak sama artinya dengan sungguh-sungguh melakukan.

Rasa kecewa yang berlebihan akibat kegagalan berulang
Ketika anak berulang kali merasa gagal meraih tujuan, anak cenderung menjadi pesimis, meragukan kemampuannya, sehingga ketika berhadapan dengan suatu masalah yang harus diselesaikan, bukannya mengambil tindakan, melainkan terlalu banyak berpikir, mencemaskan bahwa dirinya akan gagal lagi, dan merasa tidak berdaya.

Adanya modelling dari orangtua
Anak-anak yang memiliki orangtua pencemas, cenderung mudah cemas dan tegang juga dalam menghadapi berbagai hal yang terjadi. Anak bisa dengan mudah membaca perasaan orangtua mereka, bahkan kalau pun orangtua berusaha menutup-nutupi perasaan mereka. Anak justru akan menjadi semakin cemas bila melihat orangtua mereka tegang namun berusaha menutup-nutupinya. Bila orangtua sedang merasa cemas, atau merisaukan sesuatu hal, lebih baik mengutarakan perasaan secara terbuka, namun disertai dengan kata-kata yang mengemukakan sikap optimis atau harapan akan keadaan yang lebih baik. Sikap orangtua yang terbuka dalam mengekspresikan perasaan, akan membuat anak merasa terbiasa juga mengekspresikan perasaan mereka dan tidak memendam perasaan-perasaan negatif, sehingga anak merasa lebih lega dan lebih nyaman.


Langkah untuk Mengatasi

Menerima perasaan anak
Orangtua perlu menerima perasaan cemas anak dengan tidak mengolok-olok atau menyalahkan kebodohan mereka. Tidak ada gunanya bila orangtua berdebat dengan anak untuk meyakinkan anak bahwa tidak ada hal yang perlu dicemaskan. Dalam menghadapi anak yang sedang cemas, menangis, atau panik, orangtua sebaiknya bersikap tenang. Sediakan suasana yang aman, yang tidak mengancam anak. Dalam keadaan cemas, anak butuh merasa yakin bahwa orangtuanya akan mendampinginya. Oleh karena itu, orangtua perlu menunjukkan bahwa saat itu, ia benar-benar meluangkan waktu untuk memberi perhatian penuh dan dukungan kepada anak. Sekalipun orangtua merasa tidak bisa melakukan apa-apa, dengan hanya berada di sisi anak saja, orangtua bisa meringankan kecemasan anak.

Mengkomunikasikan keyakinan dan harapan yang optimis
Untuk membuat anak lebih tenang, orangtua perlu mengemukakan keoptimisan kepada anak bahwa anak akan mampu mengatasi perasaannya itu dan akan melalui masalah yang sedang dihadapinya dengan baik. Yakinkan anak bahwa dalam hidup ini, masalah-masalah yang kita temui harus kita hadapi, selesaikan, dan lupakan. Daripada merenungi ketidakberdayaan, lebih baik mengambil tindakan nyata sekecil apapun untuk bangkit dari masalah dan keluar dari kungkungan kecemasan.

Mendukung anak untuk terbuka mengungkapkan perasaannya
Anak yang terbiasa mengungkapkan perasaannya dengan jujur cenderung jarang dibanjiri oleh kecemasan yang berlebihan. Mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan akan memberikan rasa lega dan nyaman. Oleh karena itu, orangtua sebaiknya mengkondisikan agar suasana keluarga mendukung anak untuk bebas mengekspresikan perasaan-perasaannya. Saat yang tepat untuk memberi kesempatan anggota-anggota keluarga mengkomunikasikan perasaan yang dialami adalah saat diskusi, yang mungkin dilakukan sambil makan malam atau bersantai. Selain itu, orangtua juga bisa membantu anak mengeluarkan perasaan-perasaannya melalui permainan pura-pura, misalnya bermain boneka. Dalam permainan itu, sambil menjalankan peran, anak bisa memproyeksikan perasaan-perasaan yang dialaminya dengan lebih nyaman. Langkah lain yang bisa ditempuh orangtua untuk mengajarkan cara mengekspresikan perasaan secara terbuka adalah dengan membacakan cerita-cerita di mana di dalamnya tokohnya mengalami suatu kejadian dan mengekspresikan perasaannya.

Mengajarkan keterampilan problem solving (pemecahan masalah)
Anak yang memiliki kemampuan problem solving (kemampuan memecahkan masalah) cukup baik, cenderung tidak mudah merasa cemas ketika berhadapan masalah, karena mereka lebih percaya diri. Oleh karena itu, sebaiknya orangtua sedini mungkin mengajari anak untuk terbiasa mengambil langkah-langkah untuk memecahkan masalah. Orangtua bisa melatih kemampuan problem solving dengan cara mengajak anak mengeluarkan ide-idenya untuk memecahkan suatu masalah. Bisa juga orangtua menawarkan beberapa solusi, kemudian anak diminta memilih solusi yang menurutnya paling tepat, sambil diminta menjelaskan mengapa ia berpikir bahwa solusi yang dipilihnya itu yang paling tepat. Anak perlu diajari bagaimana menganalisis sebuah situasi yang membawa masalah atau menimbulkan kecemasan, kemudian orangtua membimbing mereka dalam menentukan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan. Permainan “Bagaimana seandainya ...” juga bisa mengasah keterampilan anak memecahkan masalah. Sebagai contoh, orangtua bisa menanyakan “Bagaimana seandainya ada tamu yang datang ketika kamu sedang sendirian di rumah?” dan kemudian anak mencoba memikirkan alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Dalam permainan ini, sebaiknya orangtua juga menambahkan solusi yang mungkin bisa dilakukan. Orangtua perlu menekankan kepada anak bahwa tidak berhasil lebih baik daripada tidak mencoba sama sekali, dan dalam menghadapi masalah, yang terpenting adalah melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan; percuma untuk merasa cemas, karena cemas tidak akan membantu menyelesaikan masalah.

Mengajarkan self-talk yang positif
Anak yang pencemas biasanya suka berandai-andai bahwa sesuatu yang buruk akan menimpa dirinya. Oleh karena itu, anak perlu diajari untuk berhenti berkata-kata secara negatif kepada dirinya sendiri dan membiasakan untuk mengatakan hal-hal positif kepada dirinya sendiri. Sebagai contoh, anak yang sering cemas ketika tampil menyanyi di depan teman-temannya bisa diajari untuk berkata kepada dirinya, “Tidak semua orang pandai menyanyi, jadi aku pun akan mencoba menyanyi sebisaku.”

Mengajarkan strategi-strategi relaksasi
Salah satu cara relaksasi yang cukup mudah dilakukan anak adalah mengambil napas dalam-dalam beberapa kali sambil berhitung dan memfokuskan diri pada angka. Anak bisa juga diajari untuk pertama-tama menegangkan otot-otot tubuhnya, dan kemudian mengendurkan otot-otot tubuhnya itu secara perlahan-lahan supaya benar-benar bisa merasakan rileks. Penting juga ketika anak berlatih melakukan relaksasi, anak mempunyai kata-kata untuk memberi aba-aba kepada dirinya untuk memulai relaksasi, seperti kata-kata “Rileks,” “Tenangkan dirimu,” sehingga untuk selanjutnya, anak bisa secara otomatis memerintahkan tubuhnya untuk melakukan relaksasi hanya dengan kata-kata sederhana tersebut. Bentuk kegiatan relaksasi lainnya adalah membayangkan suatu suasana nyaman dan damai sembari mengendurkan otot-otot tubuh.

Melibatkan anak dalam aktivitas yang disukainya
Melakukan aktivitas yang disukai akan bisa mengalihkan anak dari perasaan cemas yang mengganggunya. Kegiatan-kegiatan yang mungkin disukai anak misalnya membaca buku cerita favorit, mendengarkan musik, bermain musik, berendam dalam air hangat.


Sumber inspirasi :

Schaefer, C.E., Millman, H.L. 1981. How to Help Children with Common Problems. New York : Van Nostrand Reinhold Company.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kesediaan Anda memberikan komentar. Komentar yang Anda berikan akan sangat bermanfaat bagi saya dalam mengembangkan tulisan-tulisan saya.