Rabu, 19 Agustus 2009

Langkah Sederhana Menghilangkan Perilaku Buruk Anak


Dalam mendidik anak, orangtua seringkali menemui kesulitan untuk menghentikan kebiasaan atau perilaku anak yang tidak disukai. Orangtua mungkin sudah sering memarahi, mengomeli anak, membentak, memelototi, akan tetapi anak tetap saja bandel melakukan perilaku itu lagi dan lagi. Di sini akan dibahas mengenai satu metode yang sangat sederhana namun terbukti ampuh untuk menghentikan perilaku dan kebiasaan buruk anak, yaitu mengabaikan perilaku anak.

Kebanyakan orangtua tidak menyadari bahwa ketika marah-marah, membentak, mengomeli anak, mereka sebenarnya justru sedang memberikan suatu bentuk perhatian kepada anak. Apabila orangtua mempunyai kebiasaan untuk memuji saat anak melakukan perilaku yang baik, maka bentuk perhatian negatif yang diberikan lewat amarah, omelan, atau bentakan itu sebenarnya tidak membuat anak tertarik. Akan tetapi, sayangnya, kesalahan ini banyak dilakukan orangtua, orangtua membiarkan anak yang melakukan perilaku baik, tetapi segera menegur dan memarahi anak yang perilakunya buruk. Akibatnya, anak mencari perhatian orangtua dengan cara berperilaku buruk. Bagi anak, mendapat perhatian negatif masih lebih baik daripada tidak mendapatkan perhatian sama sekali.
Cara yang paling sederhana untuk membuat anak mengurangi perilaku buruknya adalah dengan tidak memberikan perhatian dalam bentuk apapun saat anak melakukan perilaku buruk tersebut, dengan kata lain, mengabaikan perilaku buruk anak. Dengan mengabaikan perilaku anak, orangtua seolah-olah menyampaikan pesan kepada anak, “Kamu tidak akan mendapat imbalan apa-apa dengan melakukan perilaku seperti itu. Aku tidak akan memberikan perhatian yang kamu inginkan.” Banyak orangtua yang pada awalnya meragukan apakah metode mengabaikan benar-benar dapat menghentikan perilaku buruk anak. Akan tetapi, setelah mereka mencobanya, mereka terheran-heran karena metode ini ternyata memang ampuh.


Bagaimana menggunakan metode mengabaikan?
Saat anak melakukan perilaku yang buruk, palingkan wajah atau tubuh Anda, sementara itu, diam-diam Anda menunggu sampai anak mengganti perilakunya dengan perilaku yang baik atau yang Anda harapkan. Begitu anak memunculkan perilaku baik tersebut, berikan pujian kepadanya.

Beberapa
bentuk pengabaian yang bisa Anda pilih, antara lain :
- Menoleh ke arah lain, atau memutuskan kontak mata dengan anak
- Mengubah topik pembicaraan (menghindari topik yang berkaitan dengan anak)
-Tidak mengganti pembicaraan yang sedang Anda lakukan (bila saat itu Anda memang sedang berbicara tentang hal lain)
- Kembali pada aktivitas/kesibukan yang sedang Anda lakukan

Hal lain yang harus diperhatikan :
- Ekspresi wajah Anda harus tetap tenang dan netral. Jangan tunjukkan kemarahan atau frustrasi yang sedang Anda rasakan. Bersikaplah tenang, seolah-olah anak mengatakan kepada anka bahwa Anda tidak akan terpancing olehnya.
- Siap siagalah untuk memuji, begitu Anda menangkap perubahan perilaku anak dari yang jelek menjadi baik.


Syarat keberhasilan

Kunci keberhasilan metode mengabaikan adalah penggunaannya secara konsisten bersama-sama dengan metode memuji. Tanpa disertai dengan memuji perilakunya yang baik, metode ini tidak akan menghasilkan efek seperti yang diharapkan orangtua.

Pertama kali orangtua menggunakan metode mengabaikan, anak biasanya akan heran. Ia berpikir mengapa tidak seperti biasanya, mengapa Anda tidak melotot, tidak membentak, tidak mendesah. Rasa heran ini akan membuat anak tergoda untuk menguji kebenaran dari kenyataan baru yang sedang dihadapinya, sehingga anak melakukan perilaku buruk itu lebih hebat lagi. Seolah-olah anak berkata, “Mengapa tidak seperti biasanya? Biasanya mama marah melihatku melakukan ini. Oh, mungkin mama tidak melihat/mendengar aku tadi. Kalau begitu, aku akan mencoba melakukannya lagi.” Dalam situasi seperti ini, orangtua memang harus berjuang keras menahan diri untuk tetap mengabaikan. Jika Anda bertahan, berarti langkah Anda sudah semakin dekat pada tujuan, sebaliknya, jika Anda menyerah di sini, berarti Anda semakin menjauh dari tujuan yang ingin Anda capai.
Metode mengabaikan memang tidak langsung menghasilkan perubahan, akan tetapi, apabila Anda menggunakannya secara konsisten, dalam arti Anda selalu tidak memberikan perhatian saat anak menunjukkan perilaku buruknya tersebut, Anda akan mendapati bahwa perilaku anak yang buruk yang Anda abaikan tersebut menjadi berkurang, hingga akhirnya hilang.


Sumber inspirasi :
Whitham, C., 2003.
Mengatasi Rengekan dan Perilaku Buruk Anak. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.


Baca lebih lanjut...

Selasa, 18 Agustus 2009

Time Out (Menyetrap)


“Time out” (menyetrap) merupakan salah satu cara yang bisa digunakan orangtua untuk menghentikan perilaku anak yang tidak dikehendaki. Meskipun time out bisa dikatakan termasuk jenis hukuman, orangtua tidak perlu mengkhawatirkan bahwa hukuman ini akan membawa trauma psikologis ataupun membawa dampak negatif bagi relasi orangtua dan anak. Jauh lebih baik orangtua menggunakan hukuman time out daripada menggunakan hukuman fisik untuk menghentikan perilaku anak yang tidak dikehendaki. Time out efektif untuk mengatasi perilaku anak yang bermasalah, di antaranya adalah perilaku agresif (suka memukul atau menyakiti orang lain). Di bawah ini akan dibahas bagaimana cara melaksanakan time out yang efektif.

Apa itu “Time Out?”
Yang dimaksud dengan
time out adalah mengisolasi (menyendirikan) anak dalam suatu ruang atau tempat selama waktu tertentu. Anak ‘dikeluarkan’ dari aktivitas sosial (aktivitas bersama orang lain) yang sebelumnya sedang ia nikmati, dan diperintahkan untuk tinggal menyendiri. Dalam rentang waktu yang sudah ditentukan, anak tidak diajak bicara oleh siapapun juga dan tidak mendapatkan perhatian apapun, dengan kata lain, anak mengalami pengasingan komunikasi.

Bagaimana pelaksanaannya?
Time out harus dijalankan segera setelah anak melanggar larangan Anda atau melakukan perilaku buruk yang telah Anda larang sebelumnya. Katakan kepada anak perilaku mana yang membuatnya harus menjalani hukuman time out, lalu perintahkan anak untuk pergi menuju tempat time out dan tinggal di sana selama menit yang Anda tentukan. Apabila anak tidak mau pergi ke tempat tersebut dengan sukarela, Anda bisa mengangkatnya atau menuntunnya ke tempat itu.
Mengingat anak-anak cenderung lebih patuh ketika merasa diperlakukan orangtua dengan adil, sebaiknya orangtua mengizinkan anak untuk mengetahui kapan waktu
time out-nya berakhir. Caranya yaitu dengan menyediakan jam di dekat anak sehingga anak bisa melihat kapan jam menunjukkan berakhirnya waktu time out sehingga saat itu ia bisa bebas. Seandainya Anda mempunyai timer atau penghitung waktu mundur, lebih baik (fasilitas ini biasanya tersedia di dalam handphone). Setelah Anda menyetelnya, letakkan timer atau penghitung waktu mundur tersebut di dekat anak berada sehingga anak bisa mendengar ketika timer berbunyi.

Bagaimana menentukan tempat?
Ruang untuk
time out tidak perlu tertutup. Anak bisa dihukum time out dengan hanya disuruh duduk di kursi di sudut ruangan, atau duduk di tangga. Apabila anak patuh menaati perintah orangtua untuk tinggal diam di tempat, orangtua sesungguhnya tidak perlu mengunci ruang. Akan tetapi, apabila anak keluar mengikuti orangtua, orangtua bisa mengunci ruang (jika demikian, sebaiknya orangtua memberikan peringatan terlebih dahulu).

Bagaimana menentukan lama waktu time out?
Waktu untuk
time out tidak perlu terlalu lama. Sesuaikan waktu dengan usia anak. Dua menit saja sudah cukup untuk anak yang masih kecil (usia di bawah 5 tahun). Untuk anak yang lebih besar, waktu time out bisa berkisar antara 5-10 menit.


Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan

Anda tidak perlu marah-marah, mengomel, atau menasihati anak dengan kalimat yang panjang-panjang saat menghukum anak dengan
time out, karena anak telah mengerti bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan yang Anda larang, sebab sebelum memberlakukan time out, Anda seharusnya sudah pernah memberi tahu anak bahwa perbuatan tersebut Anda larang. Saat memerintahkan anak untuk time out, orangtua cukup berkata, “Kamu tidak semestinya ...”, atau “Kamu tidak boleh ...”, cukup satu-dua kalimat saja untuk memberitahukan alasan mengapa anak harus menjalani time out. Seandainya Anda masih tetap ingin memberinya nasihat, lakukan pada saat sesudah time out berakhir, atau malam hari ketika Anda mengajak anak melihat kembali bagaimana tingkah lakunya hari itu. Nasihat lebih baik diberikan pada saat anak merasa santai sehingga anak bisa bersikap terbuka terhadap nasihat tersebut.

Hindari mengajak bicara atau menanggapi bicara anak saat
time out. Oleh karena sifat hukuman time out adalah menarik anak keluar dari kegembiraan aktivitas sosialnya, maka selama menjalani time out, anak jangan diajak bicara oleh siapapun juga.

Apabila anak sengaja mengotori ruang selama menjalani
time out, perintahkan anak untuk membereskannya sebelum ia boleh keluar dari ruang.

Time out berkurang efektivitasnya apabila terlalu sering digunakan. Oleh karena itu, gunakan metode ini seperlunya saja. Untuk perilaku-perilaku yang tidak terlalu membutuhkan penanganan segera (tidak membahayakan orang lain, misalnya), orangtua bisa menggunakan metode mengabaikan saja. Sebagai contoh, ketika orangtua melihat anak memukul temannya dalam usaha merebut mainan, dan menurut perkiraan orangtua, anak akan memukul lagi, maka orangtua bisa segera memberlakukan time out. Sementara itu, ketika anak memukul-mukul ayah karena tidak dituruti keinginannya untuk membeli es krim, sang ayah bisa mengabaikan perilaku tersebut.


Sumber inspirasi :
Rimm, S., 2003.
Mendidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Schaefer, C.E., Millman, H.L. 1981.
How to Help Children with Common Problems. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Baca lebih lanjut...

Membuat Perjanjian dengan Anak


“Perjanjian dengan anak” merupakan salah satu cara yang bisa digunakan dalam usaha mengubah perilaku anak menjadi lebih baik (sesuai harapan orangtua). Metode ini bisa digunakan untuk mengatasi berbagai masalah perilaku anak, misalnya perilaku manja, agresif, hiperaktif, dan masih banyak lagi perilaku bermasalah lainnya. Sekalipun metode ini besar manfaatnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orangtua untuk menjadikan metode ini benar-benar efektif. Di bawah ini akan dibahas bagaimana cara membuat perjanjian dengan anak beserta kiat-kiat untuk menjadikan perjanjian sebagai metode yang efektif untuk menghasilkan perubahan perilaku anak.

Apa itu “Perjanjian dengan Anak?”
Perjanjian dengan anak adalah perjanjian yang diadakan oleh orangtua yang menyepakati bahwa jika anak melakukan suatu perilaku (yaitu perilaku yang diharapkan), anak akan mendapat suatu hadiah.

Seperti apa bentuk “Perjanjian dengan Anak”?
Orangtua mencatat tiap kemunculan perilaku yang diharapkan di dalam sebuah tabel dengan memberikan tanda centang atau poin angka. Kemudian, di akhir waktu yang ditentukan, tanda centang atau poin angka dijumlahkan. Apabila jumlahnya mencapai target, maka anak berhak mendapat hadiah sesuai kesepakatan.


Bagaimana menentukan target?

Target yang harus dicapai anak sebagai syarat untuk mendapatkan hadiah, bisa berupa :
Target kuantitatif
Yang dimaksud adalah target berupa jumlah perilaku yang dimunculkan anak. Anak mendapat hadiah bila ia melakukan perilaku yang diharapkan sebanyak jumlah yang disepakati. Bila perjanjian dengan anak menggunakan target ini, maka hasil akhir dihitung dengan cara menjumlahkan tanda centang atau poin angka yang sudah tercatat di dalam tabel perjanjian. Sebagai contoh, suatu perjanjian menyepakati bahwa jika anak memperoleh poin minimal 20 dalam satu minggu, anak akan mendapat hadiah.

Target kualitatif
Yang dimaksud adalah target berupa tingkat atau intensitas perilaku yang dimunculkan anak. Anak mendapat hadiah bila ia berhasil menunjukkan perubahan perilaku secara kentara sekalipun tidak dalam hitungan angka. Sebagai contoh, suatu perjanjian menyepakati bahwa jika dalam kurun waktu satu minggu orangtua mendapat laporan dari guru yang mengatakan bahwa anak mengalami kemajuan dalam hal konsentrasi terhadap pelajaran di kelas, maka anak akan mendapat hadiah. Sekalipun dalam perjanjian yang menggunakan target kualitatif ini tidak perlu dirumuskan target dalam bentuk angka, ada baiknya jika tingkat kemajuan yang menjadi target diperjelas sejelas mungkin. Misalnya, dalam contoh di atas, orangtua bisa memberi tahu guru bahwa hanya jika anak memang mengurangi melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan belajar selama jam pelajaran berlangsung, guru bisa memberikan laporan yang positif.

Yang perlu diperhatikan dalam menentukan target, target haruslah realistis atau memungkinkan untuk dicapai anak. Target yang terlalu tinggi, akan membuat anak merasa terlalu sulit untuk mencapainya, sehingga anak malah bisa jadi ‘menyerah sebelum bertanding’. Demikian pula sebaliknya, target yang terlalu mudah, di samping mengakibatkan lebih lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pengubahan perilaku, tidak akan membuat anak tertantang. Target yang terlalu mudah akan membuat anak berpikir bahwa untuk mendapatkan hadiah, tidak perlu ia berusaha lebih keras. Target yang baik adalah target yang kira-kira ‘setingkat lebih’ daripada perilaku anak saat ini, sehingga anak tetap merasa tertantang, namun tidak sampai membuatnya berkecil hati.


Bagaimana memilih hadiah yang pas?
Hadiah sangat menentukan efektif tidaknya sebuah perjanjian, karena hadiah akan menjadi daya tarik yang memotivasi anak untuk mengubah perilakunya. Yang perlu diperhatikan orangtua dalam memilih hadiah, hadiah tersebut harus merupakan sesuatu yang diinginkan oleh anak. Bentuk hadiah bisa berupa barang, hak istimewa, kebebasan tertentu, aktivitas tertentu.
Contoh-contoh hadiah :
Hadiah berupa barang : mobil-mobilan, boneka.
Hadiah berupa aktivitas : berenang di hari Minggu, piknik ke laut.
Hadiah berupa kebebasan : izin untuk main ke rumah teman, bersepeda di sore hari.
Hadiah berupa hak istimewa : hak untuk memilih restoran tempat makan malam keluarga, hak untuk tidur lebih larut di akhir pekan.


Bagaimana pelaksanaannya?
Langkah-langkah membuat dan melaksanakan “Perjanjian dengan Anak” adalah sebagai berikut :

1. Orangtua menjelaskan kepada anak, bahwa ada beberapa perilaku yang diharapkan untuk dilakukan lebih sering oleh anak. Kemudian orangtua memberitahukan tentang hadiah apa yang bisa diperoleh anak jika ia melakukan perilaku-perilaku baik tersebut. Orangtua memberi tahu perilaku apa saja yang harus dilakukan anak untuk mendapatkan tanda centang atau poin angka yang bisa dikumpulkan untuk mendapatkan hadiah, dan memberi tahu tentang target yang harus dicapai sebagai syarat perolehan hadiah. Orangtua perlu memberitahukan kepada anak bahwa pemberian tanda centang tidak bisa diperdebatkan. Bilamana orangtua ingin memberlakukan pengurangan poin sebagai hukuman, maka anak juga perlu diberi tahu.

2. Tiap kali perilaku yang diharapkan muncul, orangtua segera memberi tanda centang atau memberi poin angka. Tiap kali perilaku yang tidak diharapkan muncul, orangtua tidak memberikan perhatian atau mengabaikan perilaku tersebut, atau melakukan pengurangan poin.

3. Orangtua bersama anak menghitung tanda centang atau poin angka yang sudah terkumpul di tabel. Jika jumlah tanda centang atau poin angka mencapai target, maka hadiah diberikan kepada anak.


Pada saat memulai sebuah “Perjanjian”, orangtua harus mengkomunikasikan secara jelas segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian, sehingga anak merasa bahwa dalam perjanjian itu ia diperlakukan dengan adil.

Pelaksanaan perjanjian secara konsisten menjadi kunci keberhasilan metode “Perjanjian dengan Anak.” Oleh karena itu, orangtua harus berusaha semaksimal mungkin menaati perjanjian yang telah dibuat, yaitu dengan cara :
- Selalu memperhatikan perilaku anak dan mencatat tiap kali anak memunculkan perilaku yang diharapkan.
- Menambahkan tanda centang atau poin angka secara benar menurut perjanjian. Hal yang sama berlaku pula untuk sistem pengurangan poin. Jika telah disepakati akan ada pengurangan poin, maka pengurangan poin harus dilakukan secara benar (objektif).
- Memberikan hadiah yang sudah dijanjikan pada waktunya.


Kelebihan “Perjanjian dengan Anak”
Metode “Perjanjian dengan Anak” bisa digunakan untuk mengubah perilaku anak yang sudah tidak lagi tertarik dengan pujian verbal atau yang sudah tidak mempan diberi pujian verbal saja.


Sumber inspirasi :

Schaefer, C.E., Millman, H.L. 1981. How to Help Children with Common Problems. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Baca lebih lanjut...

Memuji, Cara Efektif Membentuk Perilaku


Semua anak membutuhkan dan menginginkan perhatian dari orangtuanya. Kebutuhan akan perhatian ini, bisa dimanfaatkan orangtua untuk membentuk perilaku anak menjadi semakin seperti yang diharapkan. Sayangnya, orangtua seringkali salah memberikan perhatian, sehingga anak tidak jadi lebih baik perilakunya. Kebanyakan orangtua, justru memberikan perhatian kepada perilaku-perilaku anak yang tidak disukai, mereka menegur anak ketika melihat anak melakukan apa yang tidak baik, sementara ketika anak melakukan apa yang baik, orangtua membiarkan anak begitu saja. Di bawah ini akan dikupas mengenai bagaimana memanfaatkan kebutuhan anak akan perhatian untuk memperbaiki perilaku anak.

Memuji adalah salah satu cara memberikan perhatian positif, meskipun perhatian positif dapat juga ditunjukkan dengan banyak cara lain. Di banyak keluarga kita, maupun di lingkungan tempat kita tinggal, tampaknya memuji belum menjadi kebiasaan. Kita sendiri dibesarkan tanpa banyak menerima pujian dari orangtua atau orang-orang sekitar. Teguran, kritik, atau koreksi, tampaknya lebih akrab dengan kita. Akan tetapi, karena ternyata manfaat pujian ini begitu besar, kita layak menjadikannya sebagai kebiasaan dalam membesarkan generasi anak-anak kita.
Pujian diinginkan semua anak tanpa kecuali. Karena anak membutuhkan dan menginginkan pujian, maka mereka akan selalu berusaha dengan segala cara untuk mendapatkannya. Jika orangtua menyediakan pujian ketika anak melakukan perilaku yang baik, maka anak akan memahami bahwa melakukan perilaku baik tersebut adalah jalan untuk memperoleh apa yang diinginkannya, yaitu pujian.


Bagaimana memberikan pujian yang baik?

Bentuk pujian
Pujian bisa diberikan orangtua dalam bentuk :
- Pengakuan atas baiknya tindakan anak.
- Ucapan terima kasih

Isi pujian
Pujian yang diberikan orangtua harus menunjuk pada perilaku anak. Jadi, ketika memuji, orangtua menyebutkan secara spesifik perilaku anak yang mana yang sedang dipuji. Contoh : “Mama senang sekali kamu membersihkan tempat tidurmu sendiri, kamu memang anak yang bertanggung jawab,” “Terima kasih, kamu membantu menata meja makan.”
Yang perlu diperhatikan, pujian hendaknya tidak mengandung kata-kata yang bisa merusak rasa senang anak ketika menerima pujian, yaitu kata-kata yang mengurangi perasaan berharga anak. Pujian yang buruk misalnya : “Nah, begitu dong, itu baru anak manis,” “Kan sudah dari dulu mama bilang kamu bisa,” “Bagus, tapi seharusnya kamu bisa mengerjakannya lebih rapi,” “Kamu rajin, sama seperti kakakmu.”

Memuji, belum lengkap jika hanya berisi kata-kata. Pujian perlu disertai dengan beberapa unsur sebagai berikut :
Kontak mata : Ketika memuji, tataplah mata anak dengan penuh penghargaan.
Bahasa tubuh : Berlututlah atau bungkukkan badan ketika memberikan pujian, sehingga Anda lebih dekat dengan anak. Anak merasa lebih nyaman jika berbicara dengan orang dewasa yang mengambil posisi setara dengan dirinya, bukannya dalam posisi yang menjulang tinggi daripada dirinya.
Senyuman : Senyuman Anda akan membuat pujian lebih berarti.
Nada : Ekspresikan rasa senang Anda terhadap perilakunya melalui nada bicara Anda saat mengucapkan kata-kata pujian.


Kapan memuji?
Pujian harus diberikan ketika anak sedang melakukan perilaku yang baik, atau tepat setelah anak melakukan perilaku baik itu. Anak-anak senang mengetahui bahwa orangtuanya memperhatikannya ketika sedang berusaha melakukan apa yang baik. Pujian sebaiknya tidak hanya diberikan ketika anak telah berhasil melakukan apa yang baik, melainkan juga ketika anak sedang mencoba berusaha atau sedang memulai melakukan sesuatu yang baik. Pujian yang seperti ini akan memotivasi anak. Sebagai contoh, orangtua bisa memuji ketika melihat anaknya sedang menepuk-nepuk tempat tidurnya dengan tebah lidi, sekalipun belum terlihat hasilnya, apakah tempat tidurnya jadi rapi atau tidak, orangtua tetap menunjukkan penghargaan terhadap usaha yang dilakukan anak, bahkan meski ternyata hasilnya adalah tempat tidur yang spreinya masih kurang rata atau mencuat di salah satu sisinya.


Pujian, akankah membuat anak kecanduan?
Anak secara alami menginginkan perhatian positif, termasuk pujian. Akan tetapi, orangtua tidak perlu mengkhawatirkan bahwa anak akan tergantung pada pujian untuk melakukan apa yang baik. Umumnya, seiring berjalannya waktu, anak akan memahami bahwa melakukan apa yang baik, akan memberikan kepuasan bagi dirinya, bahkan tanpa harus selalu dipuji oleh orang lain. Orangtua bisa membantu anak untuk menyadari perasaan senang yang timbul dari melakukan sesuatu yang baik ini. Ketika memuji, orangtua bisa menambahkan kata-kata seperti, “Pasti kamu merasa bangga pada dirimu sendiri,” atau mengajak anak menyadari perasaannya, “Bagaimana perasaanmu waktu memberikan makanan kepada anak pengemis tadi?”



Sumber inspirasi :
Whitham, C., 2003. Mengatasi Rengekan dan Perilaku Buruk Anak. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Baca lebih lanjut...

Membentuk Sikap yang Sehat terhadap Seksualitas

Sikap yang sehat terhadap seksualitas penting dimiliki manusia untuk mencapai perkembangan seksual yang baik. Kita semua mengetahui bahwa perkembangan seksual yang baik membawa manusia pada kehidupan yang utuh dan bahagia. Sikap terhadap seksualitas yang dimaksud di sini tidak sekedar menunjuk pada sikap seseorang terhadap hubungan seksual, melainkan lebih luas daripada itu, mencakup bagaimana seseorang memandang tubuhnya yang berkaitan dengan fungsi seksual. Seksualitas merupakan sebuah karunia indah yang tercipta untuk manusia, dan ditujukan untuk membawa manusia pada kebahagiaan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya manusia memandang seksualitas secara positif. Hanya dengan memandang seksualitas secara positif, manusia bisa menikmati dengan baik salah satu aspek dari kehidupan yang indah ini.
Proses pembentukan sikap terhadap seksualitas berlangsung perlahan-lahan, dimulai dari masa kanak-kanak. Seorang anak belajar dari lingkungannya tentang bagaimana menyebut alat kelaminnya, bagaimana alat kelamin tersebut membuatnya menjadi makhluk yang berbeda dengan lawan jenis, dan juga mempelajari bagaimana cara memperlakukan bagian tubuhnya yang khusus itu. Ketika ia tumbuh besar, ia akan mempelajari bahwa alat kelaminnya mempunyai fungsi sebagai alat reproduksi. Semua proses ini tentu saja tak lepas dari peran orangtua. Melalui pengasuhan yang tepat, orangtua bisa mengusahakan agar anaknya mempunyai sikap yang sehat terhadap seksualitas. Berikut ini akan dibahas lewat hal-hal apa saja orangtua bisa mulai menanamkan sikap yang sehat terhadap seksualitas.


Langkah-langkah membentuk sikap sehat terhadap seksualitas :
Memberikan pengalaman menyenangkan dalam toilet training
Pengalaman pertama anak menyadari keberadaan alat kelaminnya adalah ketika ia buang air kecil. Pengalaman latihan buang air kecil (
toilet training) membuat anak mengembangkan perasaan positif atau negatif berkaitan dengan fungsi alami alat kelamin sebagai alat pengeluaran sisa metabolisme tubuh. Anak yang melihat orangtuanya
bersikap positif terhadap aktivitas buang air kecilnya, akan merasa nyaman dan rileks dengan proses alami tubuh tersebut, sehingga selanjutnya anak tersebut juga akan merasa nyaman dengan bagian tubuhnya yang berfungsi untuk pembuangan tersebut, yaitu alat kelaminnya. Orangtua dapat menunjukkan sikap positif dalam proses toilet training dengan cara tidak memarahi anak yang mengompol di celana, tidak menunjukkan sikap jijik terhadap celana yang kotor, dan bersabar ketika mengajak anak buang air kecil.
Bereaksi wajar terhadap ketelanjangan anak
Orangtua memang harus mengajarkan kepada anak bahwa alat kelamin adalah bagian tubuh yang paling pribadi dan perlu diberi privasi khusus. Akan tetapi, menunjukkan sikap negatif berlebihan saat anak telanjang atau membiarkan alat kelaminnya terlihat, sebaiknya dihindari, karena hal ini bisa membuat anak memandang bahwa alat kelamin adalah bagian tubuh yang buruk dan memalukan. Anak perlu mengembangkan pandangan yang positif terhadap anatomi tubuhnya, tak terkecuali alat kelaminnya. Anak semestinya memandang bahwa alat kelamin merupakan bagian tubuh yang sama baiknya dengan bagian tubuh lainnya. Aktivitas bertelanjang yang dilakukan anak, memberikan kesempatan kepadanya untuk belajar mengembangkan kesadaran seksual yang positif.
Sesungguhnya, terkait dengan hal ini, ada manfaat yang bisa diperoleh dari sikap orangtua yang mau membiarkan anak melihat ketelanjangan orangtuanya. Orangtua yang tidak keberatan bertelanjang di depan anak, menunjukkan bahwa diri mereka merasa sungguh-sungguh nyaman dengan tubuh mereka. Hal ini secara tidak langsung akan mendorong anak untuk merasa nyaman dengan tubuh mereka sendiri. Akan tetapi, bagi orangtua yang tidak sungguh-sungguh bersedia bertelanjang di depan anak, sebaiknya tidak memaksakan diri bertelanjang di depan anak, karena anak bisa menangkap rasa tidak nyaman yang ada pada orangtuanya, dan hal ini justru tidak menguntungkan bagi pengembangan sikap positif anak terhadap alat kelaminnya.
Bereaksi wajar terhadap masturbasi yang dilakukan anak
Masturbasi merupakan sesuatu hal yang normal dilakukan anak yang sedang belajar mengenali bagian-bagian tubuhnya (usia 2-3 tahun). Sekalipun orangtua merasa malu melihat aktivitas masturbasi yang dilakukan anak, sebaiknya orangtua tidak menunjukkan reaksi negatif berlebihan. Anak perlu mengetahui bahwa alat kelaminnya memang bisa membawa perasaan nikmat yang khusus bila ia menyentuhnya. Sifat alat kelamin yang membawa kenikmatan ini perlu diterima anak secara positif, bukannya malah ditolak sebagai sesuatu yang buruk. Ketika melihat anak melakukan masturbasi, berikan pengakuan bahwa alat kelamin memang merupakan bagian tubuh yang nyaman untuk disentuh. Orangtua tidak perlu mengkhawatirkan bahwa penerimaannya terhadap masturbasi yang dilakukan anak akan membuat anak akan melakukan masturbasi juga di hadapan orang-orang lain. Anak secara alami mengetahui bahwa tindakan masturbasi adalah tindakan yang bersifat pribadi, sehingga ia akan melakukannya dengan tetap menjaga privasi diri. Orangtua juga tidak perlu khawatir bahwa penerimaannya terhadap masturbasi akan membuat anak akan terus-menerus melakukan masturbasi. Percayalah bahwa ada banyak sekali kegiatan yang menarik bagi anak, yang lebih menarik daripada kegiatan masturbasi. Apabila seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya hanya untuk melakukan masturbasi, dapat dipastikan ada masalah lain di baliknya. Masturbasi berlebihan bisa dilakukan anak sebagai pelarian dari rasa sedih dan kecewa akibat penolakan lingkungan (anak merasa tidak dicintai orangtua atau teman), pengalaman kegagalan yang terus-menerus, atau terlalu sedikitnya sumber kesenangan dalam hidup.
Kebanyakan anak melakukan masturbasi. Melarang mereka melakukan masturbasi jarang efektif membuat mereka mengurangi aktivitas tersebut. Sikap negatif orangtua terhadap masturbasi hanya akan membuat mereka mengasosiasikan kegiatan memperoleh kenikmatan seksual dengan rasa bersalah dan cemas.
Bersikap terbuka dalam diskusi mengenai seksualitas
Keterbukaan orangtua dalam diskusi dengan anak mengenai hal-hal berkaitan dengan seksualitas, selain berpengaruh positif terhadap pembentukan sikap sehat anak terhadap seksualitas, juga sangat berpengaruh terhadap kesediaan anak untuk menjadikan orangtua sebagai sumber informasi mengenai hal-hal seputar seksualitas. Ketika anak merasa bahwa orangtua bisa diajak bicara dengan nyaman mengenai topik-topik seksualitas, anak akan tidak sungkan untuk menanyakan apa saja yang ingin dimengertinya sehubungan dengan seksualitas. Penelitian menemukan bahwa kebanyakan remaja sesungguhnya menginginkan agar ibu atau ayahnya lah yang menjadi sumber utama informasi mengenai seksualitas. Sayangnya, harapan mereka ini justru tidak terpenuhi, sehingga kemudian mereka mencari informasi dari teman-teman dan sumber-sumber lain yang berpotensi besar memberikan informasi yang salah.
Orangtua tidak perlu mengkhawatirkan bahwa anak yang memiliki pengetahuan banyak mengenai seksualitas akan lebih tertarik untuk melakukan aktivitas seksual. Berdasarkan penelitian-penelitian, hal ini terbukti tidak benar. Justru ketika anak tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai seksualitas, anak berkecenderungan besar untuk terjerumus dalam petualangan seksual yang tidak sehat. Petualangan seksual yang tidak sehat yang dimaksudkan antara lain adalah kehamilan yang tidak diinginkan, relasi yang eksploitatif, hubungan seksual yang menularkan penyakit menular seksual. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa remaja yang orangtuanya memainkan peran terbesar dalam pendidikan seksualitas mereka, lebih kecil kemungkinannya terlibat dalam aktivitas seksual dini, dibandingkan dengan remaja yang kurang mendapat informasi mengenai seksualitas. Oleh karena itu, untuk mengarahkan anak kepada perilaku seksual yang tepat, jalan yang harus ditempuh orangtua adalah membekali anak dengan informasi yang benar mengenai seksualitas.
Menunjukkan model relasi intim kedua orangtua yang indah
Anak perlu memahami bahwa interaksi intim pria dan wanita lebih dari sekedar upaya mendatangkan kepuasan fisik seksual semata-mata, melainkan bahwa interaksi intim pria dan wanita merupakan sesuatu yang sangat indah, yang sarat makna, yaitu saling cinta, saling peduli, di mana masing-masing saling memikirkan kebahagiaan pasangan. Oleh karena sisi indah dari interaksi intim pria dan wanita seringkali gagal ditampilkan media yang lebih sering menayangkan interaksi seksual yang eksploitatif dan egois, peran orangtua menjadi sangat penting dalam memberikan model interaksi intim pria-wanita yang positif. Biarkan anak melihat kedua orangtuanya saling mencintai dengan indahnya. Jangan sungkan untuk menunjukkan aktivitas spontan yang menunjukkan cinta di antara Anda berdua, saling peluk, saling cium, berangkulan, dan sebagainya. Hal ini akan membuat anak mengetahui bahwa relasi kedua orangtuanya indah karena diwarnai dengan kehangatan dan rasa saling peduli.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa orangtua sebaiknya menghindarkan anak dari menyaksikan hubungan seksual kedua orangtuanya. Anak-anak yang belum mengerti benar tentang aktivitas seksual sering kali salah tafsir ketika melihat hubungan seksual orangtuanya. Mereka sulit memahami bahwa hubungan seksual dinikmati oleh kedua orangtuanya (ingat, mereka sama sekali belum merasakan gairah seksual), sebaliknya, mereka justru berpikir bahwa hubungan seksual merupakan tindakan kejam yang dilakukan ayah untuk menyakiti ibu. Salah tafsir seperti ini bisa mengakibatkan anak mengalami trauma psikis dan membuat anak memandang negatif hubungan seksual sampai waktu yang lama sesudahnya. Seandainya anak terlanjur melihat hubungan seksual kedua orangtuanya, penting bagi orangtua untuk menjelaskan kepada anak bahwa aktivitas yang baru saja dilihat anak tersebut adalah aktivitas yang dilakukan ayah-ibu untuk saling menunjukkan rasa sayang. Yakinkan anak, bahwa ayah dan ibunya memang sengaja melakukan hubungan seksual itu karena saling mencintai. Akan tetapi, mengingat bahwa anak-anak cenderung salah menafsirkan hubungan seksual orangtuanya, ditambah lagi, mereka seringkali sungkan menanyakan kepada orangtuanya tentang hal ini sekalipun tidak memahami apa yang terjadi, lebih baik jika orangtua mencegah agar anak tidak sampai melihat hubungan seksual kedua orangtuanya.
Dengan menunjukkan model sebuah relasi yang indah antara kedua orangtua, sesungguhnya orangtua juga sedang mengembangkan sikap positif anak terhadap lawan jenisnya. Apabila anak melihat bahwa ayah dan ibunya bisa saling berbagi, saling menghargai, dan bekerja sama dengan baik, maka anak akan memperoleh gambaran positif tentang relasi dengan lawan jenis. Sosok orangtua yang dialami anak akan cenderung digeneralisasikan anak pada orang-orang dengan jenis kelamin yang sama. Sosok ayah akan berpengaruh terhadap cara seorang anak perempuan memandang sosok pria, dan sosok ibu akan berpengaruh terhadap cara seorang anak laki-laki memandang sosok wanita. Anak yang mengalami sosok ayah sebagai pribadi yang menyenangkan, akan mempunyai sikap lebih positif terhadap kaum pria, begitu pula dengan anak yang mengalami sosok ibu sebagai pribadi yang menyenangkan, ia akan bersikap lebih positif pula terhadap kaum wanita. Aspek yang penting dalam relasi antarkedua orangtua yang perlu ditunjukkan kepada anak adalah kerelaan untuk berbagi tanggung jawab keluarga dengan tidak memegang stereotip jender tradisional secara kaku. Biarkan anak melihat bahwa ayahnya tidak semata-mata menjadikan ibunya sebagai tukang masak, tukang cuci, atau tukang bersih-bersih tanpa mau sedikitpun ikut campur dalam tugas-tugas tersebut. Sesekali, ayah sebaiknya mau membantu ibu mengisi ceret dan memasak air, dan ibu membantu ayah memompa ban sepeda atau mengisikan air radiator.



Sumber inspirasi :
Crooks, R., Baur, K., 1983. Our Sexuality, second edition. California : Benjamin/Cumming Publishing Company, Inc.
Schaefer, C.E., Millman, H.L. 1981. How to Help Children with Common Problems. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Baca lebih lanjut...

Mengembangkan Kreativitas Anak


Kreativitas merupakan faktor penting yang mendukung seseorang untuk mencapai kesuksesan. Bila kita mengamati orang-orang yang sukses, kita mendapati bahwa kesuksesan mereka bukan semata-mata karena inteligensi mereka yang tinggi, namun lebih merupakan hasil keberanian mereka untuk membuat lompatan yang tidak biasa. Mereka berani membuat sesuatu yang baru, berpikir lain daripada kebiasaan orang, atau dengan kata lain, memanfaatkan kreativitas mereka untuk membuat sesuatu terobosan yang unik.
Proses pendidikan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kreativitas seorang anak. Pendidikan yang dimaksud bukan hanya pendidikan di sekolah, melainkan juga pendidikan di rumah oleh orangtua. Orangtua, sebagai pendidik pertama dan utama bagi seorang anak, mempunyai kesempatan istimewa untuk membangkitkan kreativitas anak, sebab dari figur orangtua lah seorang anak pertama kali mengembangkan cara berpikir dan membentuk sikap belajarnya.
Bagaimana orangtua bisa memaksimalkan perkembangan kreativitas anak? Berikut ini disajikan beberapa langkah yang bisa diambil orangtua untuk membangkitkan kreativitas anak.


Bangunlah konsep diri positif pada diri anak
Tunjukkan bahwa Anda mencintai dirinya karena pribadinya bukan mencintai karena apa yang dapat dilakukannya. Ekspresikan kasih sayang Anda dengan cara-cara yang spontan.
Terimalah keunikan anak, segala kelebihan maupun kelemahannya.
Libatkan anak pada aktivitas atau tugas yang mengandung tantangan namun memberinya kesempatan untuk berhasil.


Bangkitkan minat anak
Perkenalkan anak pada berbagai aktivitas, melukis, bermain musik, mengarang cerita, menari, membuat kerajinan tangan, dan lain-lain.
Perkenalkan anak kepada tokoh atau orang-orang kreatif yang bisa menjadi inspirasinya, berikut karya-karya mereka yang mengagumkan.


Kembangkan cara berpikir anak
Dorong anak untuk mengemukakan pendapat atau gagasannya, dan hargai pendapat anak, sekalipun mungkin pendapat anak itu berbeda dengan pendapat orangtua.
Dukung anak ketika ia berani mengambil sikap berbeda dari orang-orang sekitarnya.
Ajak anak untuk memikirkan beberapa alternatif solusi ketika menemui sebuah masalah.
Dorong anak untuk bersikap kritis dalam menganalisis situasi dan juga bersikap kritis pada cara berpikir mereka sendiri.


Dukung anak mengembangkan keterampilan sesuai bakatnya
Berikan pelatihan terstruktur untuk mengembangkan keterampilan yang ingin dikuasainya, namun tetap beri ruang untuk ekspresi bebasnya.
Ajar anak untuk membangun disiplin diri, terutama dalam hal mengarahkan diri pada tujuan yang ingin dicapainya.
Komunikasikan kepercayaan Anda akan kemampuannya. Biarkan anak berusaha menguasai keterampilan apa saja yang ingin ia kuasai, sekalipun menurut Anda itu terlalu sulit baginya. Ketika anak menemui kesulitan, jangan terburu-buru untuk memberi bantuan, melainkan biarkan ia berusaha terlebih dahulu.
Beri pujian pada usahanya, tidak hanya pada hasil atau prestasi yang diraihnya.
Tingkatkan target secara berangsur-angsur. Ketika anak telah menguasai tahap tertentu, beri anak tantangan yang sedikit lebih berat namun masih mungkin diatasinya.


Ikuti irama anak
Berikan pelatihan terstruktur atau pelajaran formal pada saat anak telah siap menerimanya. Mengajarkan terlalu dini tidak membuat anak menjadi lebih sukses, melainkan justru bisa membuat anak kehilangan minatnya untuk belajar. Pada umumnya anak baru siap menerima pelatihan formal pada usia 8 tahun. Sebelum anak siap menerima pelatihan formal, biarkan anak bersenang-senang dengan aktivitas yang diminatinya.
Berhati-hatilah supaya ambisi Anda tidak menekan anak. Ambisi orangtua yang berlebihan malah bisa melenyapkan minat anak itu sendiri.


Berikan batasan sekaligus ruang gerak untuk anak
Berikan arahan yang tegas untuk hal-hal yang menyangkut nilai-nilai yang penting bagi Anda, tetapi bersikaplah fleksibel pada hal-hal yang lain, dan biarkan anak tumbuh menjadi diri mereka sendiri.
Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya, namun beri pengarahan mengenai bentuk-bentuk ekspresi yang dapat diterima, yaitu yang baik bagi diri anak dan juga tidak mengganggu orang-orang di sekitar.


Sumber inspirasi :

Einon, D., 2002. Anak Kreatif (alih bahasa : Alexander Sindoro). Batam : Karisma Publishing Group.
Baca lebih lanjut...

Meletakkan Landasan yang Kokoh bagi Perkembangan Moral Anak

Masa kanak-kanak merupakan masa emas bagi pembentukan moral. Pada masa ini, jika suatu landasan moral yang baik telah berhasil ditanamkan, landasan moral tersebut selanjutnya akan menjadi penuntun individu dalam bertingkah laku seumur hidupnya. Atas dasar inilah, orangtua perlu segera bergerak melakukan upaya-upaya untuk menanamkan nilai-nilai moral sejak anak masih kecil.
Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan orangtua sebagai langkah awal menanamkan nilai moral.

Yang pertama, orangtua perlu menyadari terlebih dahulu nilai-nilai yang diyakini atau dijunjung tinggi secara pribadi. Dengan demikian, orangtua bisa menentukan nilai-nilai yang menjadi prioritas untuk ditanamkan pada diri anak. Ambillah waktu untuk memikirkan nilai-nilai apa saja yang Anda anut, yang selama ini sungguh-sungguh Anda pegang, dan yang ingin Anda tanamkan pada anak. Sebagai contoh, mungkin nilai kejujuran lah yang Anda junjung, atau nilai penghargaan terhadap orang lain, atau nilai cinta kasih.

Langkah persiapan yang kedua adalah membuat komitmen pribadi untuk mendidik anak berperilaku baik, yang mana komitmen tersebut selanjutnya akan selalu Anda jaga dengan sungguh-sungguh. Penelitian menemukan bahwa orangtua yang teguh dan ulet dalam mendidik anaknya supaya anaknya berperilaku baik, sungguh-sungguh berhasil mengubah anaknya. Oleh karena itu, jika Anda ingin menumbuhkan moral anak, buatlah komitmen pribadi untuk menumbuhkan suatu perilaku moral, dan bertahanlah berusaha hingga anak benar-benar dapat berperilaku baik seperti yang diharapkan.
Langkah persiapan berikutnya adalah mempunyai harapan yang positif terhadap anak. Orangtua harus selalu mengharapkan anak bertindak sesuai nilai-nilai, dan percaya bahwa anak mampu melakukannya. Anak akan bertindak sesuai nilai mo
ral jika ia tahu bahwa orangtuanya memang mengharapkan mereka demikian, dan mereka lebih termotivasi saat mengetahui bahwa orangtua mempercayai bahwa mereka mampu melakukan apa yang baik tersebut. Memberi kepercayaan kepada anak terbukti lebih efektif mendorong anak untuk melakukan perilaku yang diharapkan daripada menekan dengan paksaan atau mengancam dengan hukuman.

Berikut ini akan diuraikan mengenai apa saja yang bisa dilakukan orangtua untuk mendorong tumbuhnya moral yang baik pada diri anak.

Memberikan pengalaman interaksi yang menyenangkan
Pengalaman yang menyenangkan dalam berinteraksi dengan orang lain membuat anak tertarik pada orang lain dan berminat untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Minat dan ketertarikan terhadap orang lain ini selanjutnya mendorong anak untuk bersedia melakukan perbuatan yang baik bagi orang lain.
Interaksi dengan orang lain yang pertama kali dialami anak adalah interaksinya dengan orangtua sebagai pengasuhnya. Dengan demikian, pengalaman interaksi anak dengan orangtua tersebut menjadi sangat penting, karena dari interaksi inilah anak meyakini bahwa interaksi dengan orang lain merupakan suatu hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Apabila interaksi dengan orangtua dialami anak sebagai suatu hal yang menyenangkan baginya, anak pun selanjutnya akan meyakini bahwa interaksi dengan orang lain merupakan hal yang menyenangkan, begitu pula sebaliknya.
Sejak anak masih bayi, orangtua bisa memberikan pengalaman yang menyenangkan dengan cara bersikap responsif terhadap kebutuhan bayi. Orangtua yang merawat bayi dengan baik, yang peka terhadap tanda-tanda yang ditunjukkan bayi ketika bayi membutuhkan sesuatu, dan selalu siap sedia memenuhi kebutuhan bayi, membuat bayi merasa aman. Tunjukkanlah kasih sayang Anda dengan banyak memberinya sentuhan fisik, memeluk, membelai, mencium, sehingga anak merasa nyaman berada dekat Anda.
Pengalaman positif yang dirasakan anak dari interaksi bersama orangtua sesungguhnya memberikan pengaruh sangat besar dalam membangun landasan moral anak. Pengalaman interaksi yang positif ini memberikan manfaat bagi perkembangan moral anak melalui 4 jalan sebagai berikut :


Menumbuhkan minat dan ketertarikan terhadap orang lain. Rasa aman dan nyaman yang dirasakan anak dalam interaksi bersama orangtua, membuat anak merasakan bahwa interaksi dengan orang lain, adalah suatu hal yang menyenangkan, sehingga kemudian anak pun menjadi tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain. Saat anak mempunyai minat dan ketertarikan terhadap orang lain, kecenderungannya untuk memperhatikan orang lain menjadi lebih besar, dan ia pun menjadi lebih bersedia untuk melakukan perbuatan yang baik bagi orang lain.
Membuat anak mengembangkan kepekaan terhadap perasaan orang lain. Dengan disayangi, diperhatikan perasaannya dan kebutuhannya, anak belajar untuk peka dan peduli terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. Pengalaman dibesarkan dalam suasana penuh kasih sayang dan kelembutan, menjadikan anak lebih sensitif terhadap perasaan orang lain. Perasaan yang sensitif ini juga membuat anak menjadi mudah menyadari kesalahannya ketika ia melakukan sesuatu hal yang buruk terhadap orang lain.
Mengajarkan bahwa semua orang pantas dicintai. Pengalaman dicintai yang dirasakan anak dalam interaksi dengan orangtua, secara tidak langsung memberikan pesan kepada anak bahwa semua orang pantas dicintai dan oleh karenanya melakukan perilaku yang melukai orang lain merupakan sebuah kesalahan. Pemahaman ini selanjutnya mendorong anak untuk berperilaku baik kepada orang lain dalam interaksi yang dijalinnya.
Menumbuhkan harga diri pada diri anak. Kasih sayang yang ditunjukkan orangtua kepada anak, membuat anak mengembangkan konsep diri yang positif atau membuat anak merasa bahwa dirinya berharga. Perasaan berharga ini akan memberikan kekuatan bagi anak untuk mampu berbuat baik kepada orang lain.

Memberi teladan perilaku moral yang baik
Memberikan teladan adalah cara paling efektif membentuk anak menjadi pribadi yang bermoral baik. Karena orangtua adalah figur yang berada paling dekat dengan anak, yang sehari-hari diamati anak, orangtua harus menunjukkan perilaku-perilaku yang baik, termasuk memberikan perlakuan yang baik terhadap anak itu sendiri. Perlakukan anak dengan penuh kasih sayang dan penghargaan, sehingga anak dapat belajar untuk memperlakukan orang lain juga dengan kasih sayang dan penuh penghargaan. Selain orangtua, anggota-anggota keluarga yang lain juga perlu menunjukkan perilaku yang baik dalam berinteraksi. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang punya kebiasaan saling berbagi, akan tumbuh menjadi orang yang tidak egois dan rela berbagi dengan sesamanya.


Melatih anak untuk mengendalikan diri
Untuk dapat melakukan tindakan yang baik secara moral, seseorang harus memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri, sebab untuk menjaga tingkah lakunya tetap baik, sering kali orang perlu menahan diri dari godaan, menekan keinginan-keinginannya pada situasi tertentu, dan bersabar. Seorang anak yang masih sangat kecil memiliki kecenderungan bertindak impulsif, begitu menginginkan sesuatu, ia akan segera melakukan usaha apapun untuk memenuhinya, entah dengan merebut, memaksa orang lain, atau melakukan hal lain tanpa peduli pada situasi dan akibatnya bagi orang lain, karena ia belum dapat menunda keinginannya. Akan tetapi, orangtua bisa membantu anak untuk secara perlahan-lahan mengembangkan kemampuan mengendalikan diri. Cara-cara yang bisa digunakan orangtua untuk mengajarkan pengendalian diri antara lain sebagai berikut :
-Menyediakan kontrol dari luar. Memberikan batasan dan memberlakukan konsekuensi atas perilaku anak akan mendorong anak berlatih untuk mengendalikan dirinya.
-Tidak selalu memenuhi keinginan anak dengan segera. Anak perlu memahami bahwa pada situasi tertentu, ia tidak bisa langsung memperoleh apa yang diinginkannya.
-Mengajarkan cara mengatasi perasaan negatif akibat keharusan menunda keinginan. Anak bisa diajari untuk mengalihkan perhatiannya kepada hal lain ketika ia harus menunggu keinginannya terpenuhi, atau menyalurkan perasaan frustrasinya ketika keinginannya tidak terpenuhi lewat kegiatan-kegiatan yang tepat. Apabila anak masih sangat kecil, orangtua bisa membantu menenangkan ketika anak menangis atau marah-marah.
-Mengajari anak untuk terbiasa memikirkan akibat yang mungkin terjadi bila melakukan suatu perilaku.
-Memberikan contoh pengendalian diri yang baik.
Mengajarkan perilaku yang baik
Prinsip-prinsip moral bisa diajarkan sejak anak kecil, yaitu dengan menjelaskan tentang perilaku mana yang baik untuk dilakukan dan perilaku mana yang kurang baik. Dalam mengajari anak tentang perilaku yang baik dan yang buruk, orangtua juga harus menjelaskan juga apa alasan yang membuat suatu perilaku baik atau buruk untuk dilakukan, yaitu dengan menyoroti pengaruhnya terhadap orang lain. Dalam memberikan penjelasan, orangtua perlu menyesuaikan dengan kemampuan anak memahami. Bila anak masih sangat kecil, hindari memberikan penjelasan yang rumit. Hal yang juga penting untuk diperhatikan, anak lebih bersedia menerima pengajaran dari orangtua apabila orangtua bersikap fleksibel dan mau memahami anak. Oleh karena itu, ketika anak melakukan perilaku yang salah, orangtua sebaiknya tidak hanya menunjukkan kesalahan anak atau menghakimi anak, tapi juga bersedia mendengarkan penjelasan anak dan mencoba memahami alasan yang diberikan anak. Sikap orangtua yang kaku justru akan menimbulkan penolakan anak, atau membuat anak bersikap negatif terhadap pengajaran yang diberikan orangtua.
Waktu terbaik untuk mengajarkan moral biasanya bukan waktu yang terencanakan. Waktu-waktu seperti ini munculnya tiba-tiba. Situasi-situasi yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari bisa dimanfaatkan untuk membahas segi moral. Sebagai contoh, ketika menonton film, ajak anak memikirkan bagaimana kata-kata yang diucapkan seorang tokoh di dalamnya telah membuat tokoh lain merasa tersinggung sampai kemudian menaruh dendam. Anda juga bisa mengajarkan moral dengan menjelaskan kepada anak tentang pertimbangan dan alasan Anda ketika melakukan suatu tindakan atau menempuh cara tertentu.
”Jalan Emas” adalah prinsip moral yang paling sederhana sekaligus paling baik untuk diajarkan. Ajarkan anak untuk melakukan kepada orang lain apa yang ia ingin orang lain lakukan padanya. Ajaran ini akan membantu anak untuk selalu memikirkan bagaimana efek perilakunya pada orang lain.


Memberikan penguatan positif terhadap perilaku anak yang sesuai nilai moral
Berikan perhatian positif ketika anak melakukan perilaku yang baik. Berikan senyuman atau pujian. Katakan bahwa Anda menghargai perilaku baik yang dilakukannya. Perhatian positif yang Anda berikan akan memotivasi anak untuk terus berusaha melakukan apa yang baik.


Memberikan penguatan negatif terhadap perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai moral
Ketika anak melakukan perilaku yang kurang baik, orangtua perlu memberikan teguran. Akan tetapi, jangan hanya mengatakan bahwa apa yang dilakukannya salah, melainkan jelaskan mengapa perilakunya tersebut kurang baik. Ajak anak untuk menyadari bagaimana tindakannya membawa akibat yang kurang menyenangkan bagi orang lain. Bantu anak untuk membayangkan bagaimana perasaannya seandainya ia berada di posisi orang lain yang menjadi korban atas perilakunya. Dengan cara ini, kepekaan anak terhadap orang lain akan berkembang, dan anak akan belajar untuk terlebih dahulu mempertimbangkan bagaimana perilakunya berpengaruh terhadap orang lain sebelum mengambil suatu tindakan.
Hal yang penting diperhatikan orangtua adalah bahwa hukuman fisik sangat tidak tepat digunakan dalam proses mengajarkan moral. Penelitian menemukan bahwa ketika orangtua menggunakan hukuman fisik untuk mendidik moral, anak justru gagal mengembangkan kesadaran moral. Sekalipun hukuman fisik bisa membuat anak melakukan tindakan moral, tindakan moral tersebut mereka lakukan semata-mata karena cemas bahwa diri mereka akan mendapat hukuman bila tidak melakukannya, bukan karena kesadaran bahwa tindakan tersebut membawa kebaikan bagi orang lain. Jadi, anak-anak yang dididik dengan hukuman fisik tersebut berperilaku baik hanya jika berada di hadapan orang lain yang mereka segani atau dengan kata lain menjadi lebih tergantung pada kontrol dari luar, sementara diri mereka sendiri sebenarnya tidak memiliki motivasi dari dalam untuk melakukan perilaku yang baik secara moral. Hukuman fisik dengan kekerasan tidak bisa membuat hati nurani anak menjadi lebih peka.


Mengajarkan empati kepada anak
Ajari anak untuk melihat hal-hal dari sudut pandang orang lain dan memahami bagaimana perasaan orang lain. Misalnya ketika kebetulan melihat berita di televisi tentang penggusuran lahan, ibu bisa berkata, ”Kasihan bapak itu ya. Bapak itu sangat sedih karena rumahnya dihancurkan.”
Orangtua juga bisa mengembangkan kepekaan anak terhadap perasaan orang lain dengan cara mengungkapkan perasaan saat memberikan umpan balik atas perilaku anak. Sebagai contoh, ketika ibu kecewa melihat anaknya yang langsung meninggalkan meja makan untuk pergi menonton televisi tanpa membantu membereskan, ibu bisa berkata kepada anaknya, ”Mama sedih kamu tidak mau ikut membantu mama membereskan piring kotormu, padahal mama sedang capek hari ini.”


Melibatkan anak dalam kesempatan-kesempatan untuk melakukan tindakan moral
Dukung anak untuk membantu orang lain. Katakan kepadanya bagaimana orang lain merasa senang dengan pertolongan kecil yang diberikannya. Setelah itu, bantu ia untuk menyadari juga perasaan-perasaan bahagia yang timbul dalam hatinya karena telah melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain tersebut. Dengan demikian, anak menyadari bahwa bertindak moral tidak hanya membuat orang lain senang, melainkan juga membuat hidupnya sendiri indah.


Mendiskusikan topik-topik moral bersama anak
Diskusi untuk membahas berbagai permasalahan dari segi moral bisa meningkatkan pemahaman anak mengenai bagaimana bertindak tepat dalam situasi-situasi tertentu atau bagaimana mencari solusi terbaik yang sesuai dengan nilai-nilai moral. Orangtua bisa mengajak anak mengeluarkan gagasan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi keluarga, atau sekedar membahas berbagai kejadian sehari-hari yang ditemui di lingkungan. Dalam diskusi, berbagai perilaku atau keputusan, dikupas segi positif dan negatifnya, serta diamati lebih jeli alasan-alasan yang melatarbelakanginya. Diharapkan dengan demikian, anak bisa berpikir dengan lebih bijaksana, dan mengambil keputusan dengan pertimbangan-pertimbangan cermat secara moral.
Hal yang perlu diperhatikan orangtua dalam berdiskusi bersama anak adalah pentingnya menunjukkan keterbukaan terhadap pendapat anak. Sekalipun orangtua mempunyai keinginan untuk langsung mengarahkan anak pada nilai-nilai tertentu, orangtua tetap perlu memperhatikan sudut pandang anak dan menghargai cara berpikir anak. Anak akan lebih bersedia menghargai dan menerima pendapat orangtua apabila ia merasa dihargai pula oleh orangtua. Ketika pendapat anak berbeda dengan pendapat orangtua, orangtua bisa mengemukakan alasan di balik pendapatnya, sehingga dengan demikian, anak bisa mempelajari sudut pandang yang lain, dan cara pandang anak pun menjadi semakin luas.
Tolok ukur keberhasilan penanaman moral
Keberhasilan orangtua dalam mendidik moral anak adalah ketika anak melakukan tindakan moral atas inisiatifnya sendiri dan tanpa pengawasan.


Sumber inspirasi :

Borba, M., 2003.
Ten Tips for Raising Moral Kids. http://sheknows.com/about/look/1950.htm

Berkowitz, M.W., Grych, J.H., 1998.
Fostering Goodness : Teaching Parents to Facilitate Children’s Moral Development. http://parenthood.library.wisc.edu/Berkowitz/Berkowitz.html

Baca lebih lanjut...

Mengajarkan Kecerdasan Finansial kepada Anak


Keterampilan mengelola uang termasuk salah satu keterampilan yang penting dimiliki seseorang untuk mencapai kesejahteraan dalam hidup. Keterampilan ini sesungguhnya sangat tepat bila diajarkan sejak kecil, tentu saja menurut tahap-tahap yang sesuai. Apabila anak sejak kecil dilatih untuk menggunakan uang dengan bijaksana, maka ketika dewasa, ia pun akan membawa kebiasaannya ini.
Mengajari anak keterampilan mengelola uang sejak dini, bisa dilakukan orangtua melalui langkah-langkah berikut :



Mengajarkan konsep milik dan pentingnya menghargai milik
Pertama kali, beri pengertian kepada anak mengenai konsep milik dengan mengajak ia membeda-bedakan antara barang kepunyaannya dengan barang kepunyaan orang lain. Ajari juga anak untuk memelihara barang-barang miliknya dengan baik, misalnya menyingkirkan bukunya ketika akan makan supaya tidak kotor, mencuci mobil mainannya yang jatuh ke dalam selokan, menyimpan bonekanya di lemari, dan lain-lain.



Mengenalkan uang dan kegunaannya
Anda bisa mengajak anak berbelanja di mana ia bisa melihat bahwa Anda mendapatkan barang-barang dengan cara menukarnya dengan uang. Sekali-kali, biarkan anak menyerahkan uang kepada penjual ketika anak membeli jajan.



Melatih anak menggunakan uang secara mandiri
Ketika anak telah mampu berhitung, beri kesempatan anak untuk berbelanja sendiri makanan kecil yang diinginkannya. Tentu saja Anda perlu menyesuaikan jumlah uang yang Anda percayakan kepadanya dengan kemampuan berhitungnya. Sebagai contoh, ketika anak masih duduk di TK, Anda hanya mempercayakan uang pecahan Rp 1.000,00 untuk dipegang atau dibawanya. Ketika anak duduk di SD, Anda bisa membawakan uang Rp 20.000,00 ketika menyuruhnya membeli gula pasir di warung.
Uang saku sangat tepat digunakan untuk melatih anak menggunakan uang secara mandiri dan bijaksana. Beri kebebasan kepada anak untuk menggunakan uang sakunya. Biarkan anak menentukan barang yang ingin dibelinya dan berapa jumlah uang yang dikeluarkannya. Dalam hal ini, orangtua perlu tetap mengamati cara anak menggunakan uangnya, dan memberikan bimbingan ketika anak kurang bijaksana dalam menggunakan uangnya. Semakin dewasa usia anak, orangtua bisa memberikan uang saku untuk rentang waktu yang lebih lama. Misalnya, anak SD kelas 1 diberi uang saku harian, anak SD kelas 5 atau SMP bisa diberi uang saku secara mingguan, sementara anak SMA bisa diberi uang saku secara bulanan. Jangan biasakan memberi tambahan uang saku ketika uang saku anak sudah tidak cukup lagi, karena tujuan memberikan uang saku secara periodik adalah melatih anak mengelola uangnya untuk jangka waktu tertentu. Jika anak kehabisan uang sebelum waktunya dan orangtua tidak memberi tambahan uang saku, selanjutnya anak akan belajar mengatur pengeluarannya dengan lebih bijaksana.


Mengajari anak untuk menabung
Sejak anak memahami konsep uang dan Anda mulai mempercayakan uang saku kepadanya, ajari anak untuk menabung. Ketika anak kecil, Anda bisa membelikannya celengan untuk menjadi tempat menabungnya. Ketika anak duduk di SMP, Anda bisa mengajaknya membuka rekening tabungan di bank. Ajak anak untuk menabung bukan dengan cara menyimpan sisa-sisa uang sakunya, melainkan dengan sengaja mengalokasikan uang sakunya sebelum dibelanjakan. Misalnya saja anak yang diberi uang saku harian, diajak memasukkan sebagian uangnya di celengan sebelum berangkat ke sekolah. Dengan demikian, anak akan belajar tentang kebiasaan menabung yang baik, yaitu disiplin dalam mengalokasikan uang untuk ditabung. Kebiasaan menabung sisa-sisa uang, akan membuat kita menabung dengan kurang maksimal, bahkan sering membuat kita akhirnya gagal menabung, sebab kecenderungan kita adalah menghabiskan uang yang ada di tangan kita.


Mengenalkan anak pada usaha mencari penghasilan
Anak perlu mengerti bahwa uang diperoleh dengan suatu jerih payah. Anda bisa mengajak anak untuk terlibat dalam pekerjaan Anda, misalnya ketika Anda menawarkan suatu produk kepada teman Anda. Akan sangat baik juga bila Anda mendukungnya untuk mencari tambahan uang saku di musim liburan, misalnya dengan memberinya katalog kartu nama dan mengajak ia menawarkan kartu nama itu kepada teman-temannya, bila ia berhasil mendapat pesanan, maka laba penjualan kartu nama itu menjadi miliknya.



Memberikan contoh gaya hidup yang tidak konsumtif
Anak secara alami akan meniru kebiasaan orangtuanya dalam menggunakan uang. Anak yang sering melihat orangtuanya menghambur-hamburkan uang untuk membeli barang mewah yang tidak perlu, akan jadi tidak segan-segan juga untuk mengeluarkan uang demi memuaskan keinginannya. Oleh karena itu, bila Anda ingin anak Anda hemat dan bijaksana dalam mengelola uang, Anda harus memberikan contoh terlebih dahulu. Ketika Anda mengajak anak berbelanja di supermarket, biarkan anak melihat bahwa Anda selalu mempertimbangkan apakah suatu barang memang benar-benar dibutuhkan atau sekedar diinginkan sebelum Anda mengambilnya dan menaruh dalam keranjang belanjaan Anda.



Sumber inspirasi :
Gozali, A., 2006. Cashflow for Woman : Menjadikan Perempuan sebagai Manajer Keuangan Keluarga Paling Top. Jakarta : Hikmah.
Baca lebih lanjut...