Selasa, 18 Agustus 2009

EGOIS


Yang dimaksud dengan egois adalah :
  • Memikirkan diri sendiri
  • Memusatkan perhatian pada bagaimana meraih keinginan, kesenangan atau kesejahteraan diri tanpa menghargai orang lain.
  • Melihat segala sesuatu dari sudut pandang dirinya sendiri.

Sebelum orangtua memutuskan apakah anaknya bermasalah dengan perilaku egois atau tidak, sebaiknya orangtua memahami terlebih dahulu bagaimana perkembangan sosial anak seperti yang diuraikan di bawah ini.

Sesungguhnya, egois adalah sifat yang alami melekat pada anak-anak yang masih kecil (usia 1-3 tahun). Di usia ini, dunia mereka berpusat pada diri sendiri, mereka menuntut lingkungan untuk memenuhi keinginan mereka, dan mereka melihat segala sesuatu dari kacamata diri mereka sendiri. Kemudian, seiring dengan usia mereka yang bertambah, kira-kira pada usia 4-5 tahun, mereka belajar melihat dari sudut pandang orang lain, dan belajar memahami bagaimana orang lain bereaksi terhadap sebuah keadaan. Pada usia ini, anak juga mulai memikirkan bagaimana orang lain melihat diri mereka. Ketika menginjak usia 6 tahun, mereka biasanya telah memahami bahwa diri mereka mempunyai pengaruh terhadap orang lain, dan mampu membayangkan bagaimana jika mereka ada di posisi orang lain. Mereka belajar menyesuaikan perilaku mereka dengan standard orang lain di sekitar. Sekalipun pada usia 6-9 tahun keegoisan anak sudah berkurang banyak, mereka masih mengalami kesulitan untuk berpikir objektif, karena sudut pandang diri mereka sendiri masih lebih mendominasi dalam berpikir.
Orang-orang yang sangat pintar dan kreatif sering menunjukkan perilaku-perilaku yang sepintas tampak seperti perilaku egois, mereka cenderung mandiri dari pengaruh luar, berkonsentrasi pada diri mereka sendiri, dan sering mengabaikan pendapat orang lain. Akan tetapi, perbedaannya terletak pada produktivitas. Aktivitas yang tertuju pada diri mereka sendiri membuat mereka membuahkan banyak hasil, sementara pada orang-orang yang egois, aktivitas yang berkutat pada diri sendiri ini tidak membawa hasil apa-apa yang menguntungkan.

Ada beberapa indikator untuk menentukan apakah sifat egois anak sudah mencapai taraf yang mengganggu, yaitu :

- Keasyikan berpikir tentang diri sendiri mengakibatkan anak kurang berinteraksi dengan dunia luar.
- Anak mempunyai pandangan negatif terhadap orang lain atau cenderung berprasangka buruk terhadap orang lain.
- Anak gagal menyesuaikan perilaku dengan nilai-nilai moral.
- Anak mengalami kesulitan untuk menjalin relasi dengan teman sebaya.
- Anak tidak bisa berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.


Faktor Penyebab

Perasaan tidak aman
Anak mengalami rasa tidak aman ketika berhubungan dengan orang lain, yang mungkin hal ini disebabkan karena pengalaman pernah ditolak atau ditinggalkan. Karena anak merasa tidak aman, dan penuh kekhawatiran saat menjalin relasi dengan orang lain, anak jadi lebih suka sendirian, dan berusaha mencari kesenangan sendiri. Anak-anak yang sering disakiti oleh orang lain juga cenderung mengalami trauma yang kemudian menyebabkan mereka takut untuk dekat atau mendekatkan diri pada orang lain. Perasaan tidak aman yang disebabkan oleh faktor-faktor lain juga bisa menyebabkan anak lebih suka menyendiri, misalnya perasaan tidak aman yang disebabkan karena orangtua memperlakukan anak secara tidak konsisten, suka menggoda anak.

Terlalu dimanjakan
Orangtua yang tergolong memanjakan anak adalah orangtua yang bersikap overprotektif dan memenuhi semua keinginan anak. Orangtua yang overprotektif berusaha mencegah supaya anaknya tidak mengalami sesuatu yang tidak enak, dan ketika anaknya mengalami suatu kejadian yang membuat anak sedih atau kecewa, mereka segera bertindak untuk mengatasinya. Anak yang terbiasa menerima perlakuan dimanjakan oleh orangtuanya cenderung tidak mengembangkan toleransi terhadap orang lain, dan terus-menerus menginginkan agar keinginannya dipenuhi oleh lingkungan karena terbiasa menjadi pusat perhatian. Beberapa orangtua yang terlalu memanjakan anak, juga mengajarkan kepada anak mereka untuk tanpa kompromi tidak membiarkan orang lain menginjak-injak hak mereka. Mereka ini sangat marah dan segera membela anak ketika melihat bahwa orang lain memperlakukan anak mereka secara tidak adil.

Ketidakmatangan anak
Anak menjadi egois jika mereka tidak mampu mengendalikan keinginan-keinginan mereka dan kemudian bertindak secara impulsif untuk memenuhi keinginan tersebut tanpa memikirkan kepentingan orang lain dan tanpa menunggu persetujuan orang lain. Anak-anak yang tidak matang belum mengembangkan kepekaan terhadap orang lain dan belum mengembangkan rasa tanggung jawab, yang mana seharusnya kedua hal ini telah mereka capai pada usianya. Adapun penyebab dari ketidakmatangan anak ini antara lain adalah anak tidak diajari oleh lingkungannya tentang bagaimana bersikap peduli terhadap orang lain. Keterbelakangan mental juga bisa mengakibatkan anak tidak matang, karena anak mengalami kesulitan untuk berpikir dan membuat pertimbangan-pertimbangan yang bijaksana dalam berperilaku.


Langkah untuk Mengatasi

Meningkatkan penerimaan-diri anak
Anak yang merasa dirinya berharga, lebih merasa aman, dan selanjutnya perasaan aman ini membuat pikiran mereka tidak selalu terfokus pada diri sendiri, melainkan mereka bisa memikirkan juga kesenangan orang lain, dan mereka pun menjadi lebih tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain. Orangtua bisa meningkatkan penerimaan-diri anak dengan cara menunjukkan sikap menerima, mencintai, dan menghargai anak dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Anak yang merasa diterima dan dicintai orangtuanya akan lebih mudah menyukai dirinya sendiri.

Mengajarkan kepedulian dan empati terhadap orang lain
Orangtua bisa mengajarkan kepedulian terhadap orang lain dengan menciptakan suasana keluarga di mana di dalamnya ada saling mengasihi dan memperhatikan. Empati juga bisa diajarkan orangtua dengan membicarakan bagaimana perasaan orang lain yang sedang mengalami sesuatu, misalnya ketika melihat di televisi orang-orang korban musibah banjir, orangtua bisa mengatakan, “Kasihan, ya, kalau rumah mereka terendam air berhari-hari, mereka pasti kedinginan.” Sesungguhnya, bagaimana orangtua memperlakukan anak, akan menginspirasi anak untuk melakukan hal yang serupa kepada orang lain. Jika orangtua memperhatikan dan berusaha memahami perasaan anak, anak pun akan belajar bersikap demikian pada orang lain. Melalui contoh nyata yang dilihat anak sehari-hari, anak akan belajar bagaimana berperilaku terhadap orang lain secara positif.

Menunjukkan efek positif dari sikap peduli terhadap orang lain
Orangtua perlu memberikan pengalaman yang membuat anak merasakan kebahagiaan dari melakukan perbuatan kasih terhadap orang lain. Sebagai contoh, orangtua bisa mengajak anak untuk mengumpulkan sisa uang jajan, dan kemudian membelikan makanan untuk anak-anak jalanan dari uang tersebut. Pada awalnya, orangtua perlu memberikan pujian secara langsung kepada anak saat anak menunjukkan perilaku peduli terhadap orang lain, namun selanjutnya, orangtua harus mendorong juga agar anak merasakan sendiri kebahagiaan dari tindakan yang dilakukannya itu.

Menunjukkan efek negatif dari sikap egois
Orangtua perlu mendiskusikan bersama anak tentang bagaimana perilaku egois yang dilakukan anak telah membawa akibat yang tidak baik. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan adalah diskusi ini sebaiknya tidak dilakukan pada saat langsung sesudah anak melakukan tindakan egoisnya. Diskusi harus dilakukan pada situasi di mana anak merasa nyaman, dan dilakukan dengan cara yang membuat anak tidak merasa dihakimi. Dalam diskusi, anak diajak melihat kembali perilaku egois yang sudah dilakukannya, dan diajak menyadari bahwa perilakunya itu telah membawa akibat-akibat negatif. Akibat negatif yang bisa disoroti antara lain kejengkelan yang dirasakan orang lain, teman-teman yang menjauhinya. Kuncinya, dalam diskusi orangtua berusaha menunjukkan kepada anak bahwa sesungguhnya perilaku egois justru akan membuat dirinya sendiri rugi, kehilangan teman bermain, tidak disukai teman-teman, atau dicap buruk oleh teman-teman.
Dalam diskusi, orangtua juga bisa menyelidiki sebab-sebab anak berperilaku egois. Jika anak mempunyai persepsi negatif terhadap orang lain, orangtua bisa meluruskannya. Biasanya, anak-anak cenderung menggeneralisasikan pengalaman negatifnya sehingga mereka jadi berprasangka buruk terhadap orang lain, misalnya anak perempuan yang pernah dirusak bonekanya oleh seorang teman laki-laki, selanjutnya tidak mau lagi meminjamkan mainannya yang lain kepada temannya itu karena takut temannya itu akan merusak semua mainannya. Diskusi yang dilakukan orangtua bersama anak bisa bermanfaat untuk memperluas cara pandang anak dan membuat anak berpikir lebih fleksibel (tidak kaku) tentang orang lain.


Sumber inspirasi :

Schaefer, C.E., Millman, H.L. 1981. How to Help Children with Common Problems. New York : Van Nostrand Reinhold Company.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kesediaan Anda memberikan komentar. Komentar yang Anda berikan akan sangat bermanfaat bagi saya dalam mengembangkan tulisan-tulisan saya.