Minggu, 29 Mei 2011

Tips agar Anak Patuh terhadap Orangtua


Orangtua tentu menginginkan anak bersikap kooperatif tatkala orangtua memberikan peraturan, perintah, atau larangan kepadanya. Anak yang bersikap kooperatif bersedia untuk menerima peraturan dan batasan yang diberikan orangtua. Ia patuh karena peduli pada apa yang dikehendaki atau diinginkan orangtua, bukan karena terpaksa atau karena merasa takut pada ancaman atau amarah orangtua. Berikut ini akan dibahas apa saja yang bisa dilakukan orangtua agar anak patuh dan menunjukkan sikap kooperatif kepada orangtua.

Memberikan contoh kepatuhan
Orangtua perlu menunjukkan contoh kepatuhan terhadap otoritas, misalnya saja kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas, peraturan di lingkungan tempat tinggal setempat, peraturan di supermarket, hotel, rumah makan yang dikunjungi, dan sebagainya. Contoh yang diberikan orangtua ini memberikan pesan kepada anak, bahwa saat kita berada di bawah suatu otoritas, kita harus tunduk kepada otoritas tersebut, dan bahwa ‘selalu ada yang berwenang di atas kita’ adalah sebuah kenyataan yang harus diterima dalam hidup di dunia ini.

Memberikan peraturan seperlunya
Sebelum memberikan peraturan kepada anak, tanyakan kepada diri sendiri, seberapa penting aturan itu. Hindari memberikan banyak larangan yang sebenarnya tidak terlalu penting. Utamakan membuat peraturan untuk hal-hal yang terkait dengan keselamatan anak dan kesejahteraan orang lain. Peraturan yang penting misalnya, tidak boleh menyakiti orang lain, tidak boleh merusak barang milik orang lain atau milik bersama, tidak boleh bermain benda-benda berbahaya. Terlalu sering orangtua melarang anak melakukan sesuatu hanya karena alasan orangtua tidak ingin dibuat repot oleh anak.

Menjaga secara konsisten standard perilaku dan batasan yang pernah diberikan
Ketika orangtua telah membuat peraturan, orangtua harus menjaga agar peraturan tersebut ditaati. Artinya, jika orangtua mendapati anak melanggarnya, anak harus ditegur, atau diberi konsekuensi (hukuman). Hukuman cukup berupa time out, atau mengurangi akses anak kepada sesuatu yang disukainya seperti tidak boleh bersepeda selama satu hari, tidak boleh menonton satu episode film kartun favorit, tidak mendapat snack sesudah makan malam, dan sebagainya.

Menghindari bertindak diktator
Hindari cara mengasuh yang terlalu otoriter. Jika meminta tolong bisa dilakukan, tidak perlu main perintah. Jangan membiasakan berbicara dengan membentak, maupun menggunakan kekuatan fisik untuk memaksa anak. Ketika memberikan peraturan, jelaskan alasan di balik peraturan tersebut. Sedapat mungkin, jika memberikan perintah, tawarkan pilihan kepada anak. Sebagai contoh, ketika Anda hendak memerintah anak untuk segera menyelesaikan mandinya, Anda bisa menawarkan pilihan untuk segera keluar dari kamar mandi dan jalan-jalan ke taman bersama Anda, atau tetap bermain air di kamar mandi namun tidak jalan-jalan bersama Anda.

Bersedia mendengarkan anak
Bila memungkinkan, sebuah peraturan bisa dibuat berdasarkan kesepakatan bersama anak. Dengarkan apa yang diusulkan oleh anak, sekalipun Anda tidak harus menyetujuinya. Ketika anak mengatakan perasaan tidak senangnya atas peraturan atau perintah Anda, tidak perlu Anda marah. Anda bisa menjelaskan kembali alasan Anda memberikan peraturan atau perintah tersebut, namun tidak perlu melarangnya merasa tidak senang. Soal perasaan, merasa tidak suka akan sesuatu hal adalah hak pribadi anak, yang terpenting adalah anak melaksanakan peraturan atau perintah.

Memastikan anak memahami apa yang diharapkan
Perintah dan larangan yang diberikan harus jelas, spesifik, dan konkrit untuk dilakukan. Sebagai contoh, ketika Anda ingin dia membereskan kamar tidurnya, berikan perintah untuk mengambili semua mainan dan menempatkannya lagi di kotaknya masing-masing, mengeluarkan baju kotornya dari kamar dan memasukkannya di ember baju kotor, merapikan spreinya dan menata bantal-guling di tempatnya.

Menunjukkan sikap optimis
Ketika Anda memberikan perintah atau larangan, tunjukkan bahwa Anda percaya anak akan mematuhinya, lewat nada bicara yang tenang dan tegas, lewat tatapan mata Anda yang penuh keyakinan, lewat ekspresi wajah Anda, atau gerak-gerik Anda yang tenang dan penuh percaya diri. Hindari kata-kata kasar, bentakan, apalagi ancaman. Selain itu, sebisa mungkin jangan gunakan kata “Jangan”, melainkan berikan perintah dengan kalimat positif. Yakinkan diri Anda sendiri bahwa anak Anda adalah anak yang baik, yang ingin menyenangkan hati Anda. Jangan biarkan anak tahu bahwa Anda meragukan kepatuhannya, karena hal ini justru akan memancingnya untuk bersikap tidak patuh.

Menghargai sikap kooperatif/patuh anak
Setiap kali Anda mendapati anak melakukan perintah atau mematuhi peraturan, tunjukkan kepadanya bahwa Anda menghargai sikap taatnya tersebut. Ucapkan terima kasih, berikan senyuman, pelukan, tepukan lembut di bahu, atau komentar memuji. Anda bisa mengatakan juga kepadanya bahwa apa yang dilakukannya membuat Anda senang.

Menjalin relasi dekat dengan anak
Semakin anak menyukai atau menyayangi kita, semakin ia bersedia bekerjasama dengan kita, karena ia ingin menyenangkan hati kita. Berikan waktu dan perhatian yang dibutuhkan anak, juga sering-seringlah mengekspresikan rasa sayang kepadanya. Bersikaplah responsif terhadap kebutuhan anak, dan tunjukkan empati terhadap apa yang dirasakannya. Ini semua akan membuat anak menikmati kebersamaannya dengan orangtua, dan menciptakan relasi yang dekat antara anak-orangtua.

Bersikap fleksibel
Sekalipun bersikap konsisten dalam menjaga peraturan adalah penting, tidak berarti orangtua harus selalu menerapkan harga mati untuk sebuah peraturan yang telah dikeluarkan. Izinkan anak untuk ‘menang’ sekali waktu, menawar peraturan Anda sedikit saja ketika ada suatu alasan yang bisa dimaklumi.


Sekalipun orangtua menginginkan sikap patuh anak, orangtua perlu memahami juga bahwa ketidakpatuhan anak dalam batas wajar adalah sesuatu hal yang normal. Jangan semata-mata melihat ketidakpatuhan anak sebagai tanda bahwa anak tidak mencintai atau menghargai diri Anda. Anak merupakan seorang pribadi yang seiring bertambahnya usia, menjadi semakin ingin mandiri. Sebagai orangtua, Anda berkewajiban membimbingnya, namun jangan lupa untuk perlahan-lahan melepaskan kendali Anda, memberinya kebebasan semakin banyak saat ia menjadi dewasa dan telah mampu bertanggung jawab.

Stanley I. Greenspan mengatakan, bahwa untuk membentuk sikap kooperatif (patuh) anak, kuncinya adalah menjaga keseimbangan antara KASIH - OTONOMI - BATASAN dalam pengasuhan. 
 
"Often when one or more of these three factors of nurturance, autonomy, and limit-setting are absent, power struggles result." (Stanley I. Greenspan; First Feelings; p. 157-162).
 
Last reviewed : Agustus 2015

 
Sumber inspirasi :
Schaefer, C.E., Millman, H.L. 1981. How to Help Children with Common Problems. New York : Van Nostrand Reinhold Company.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kesediaan Anda memberikan komentar. Komentar yang Anda berikan akan sangat bermanfaat bagi saya dalam mengembangkan tulisan-tulisan saya.